Showing posts with label Story. Show all posts
Showing posts with label Story. Show all posts

Tuesday, 18 August 2009

Time Management

Suatu hari, seorang ahli ?Manajemen Waktu? berbicara didepan sekelompok
mahasiswa bisnis, dan ia memakai ilustrasi yg tidak akan dengan mudah
dilupakan para siswanya.

Dia mengeluarkan toples berukuran satu galon yang bermulut cukup lebar, dan
meletakkannya diatas meja. Lalu ia juga mengeluarkan sekira selusin batu
berukuran segenggam tangan, dan meletakkan dengan hati-hati batu-batu itu
kedalam toples.

Ketika batu itu memenuhi toples sampai ke ujung atas dan tidak ada batu lagi
yang muat untuk masuk ke dalamnya, dia bertanya, ?Apakah toples ini sudah
penuh?? Semua siswanya serentak menjawab, ?Sudah.?

Kemudian dia berkata, ?Benarkah?? Dia lalu meraih dari bawah meja
sekeranjang kerikil. Lalu dia memasukkan kerikil-kerikil itu ke dalam toples
sambil sedikit mengguncang- guncangkannya, sehingga ke rikil itu mendapat
tempat diantara celah-celah batu-batu itu.

Lalu ia bertanya kepada siswanya sekali lagi, ?Apakah toples ini sudah
penuh?? Kali ini para siswanya hanya tertegun, ?Mungkin belum?, salah satu
dari siswanya menjawab.

?Bagus!?, jawabnya. Kembali dia meraih kebawah meja dan mengeluarkan
sekeranjang pasir. Dia mulai memasukkan pasir itu ke dalam toples, dan pasir
itu dengan mudah langsung memenuhi ruang-ruang kosong diantara kerikil dan
bebatuan.

Sekali lagi dia bertanya, ?Apakah toples ini sudah penuh?? ?Belum!? serentak
para siswanya menjawab. Sekali lagi dia berkata, ?Bagus!?

Lalu ia mengambil sebotol air dan mulai menyiramkan air ke dalam toples,
sampai toples itu terisi penuh hingga ke ujung atas.

Lalu si ahli Manajemen Waktu ini memandang kepada para siswanya dan bertanya
?Apakah
maksud dari ilustrasi ini??
Seorang siswanya yang antusias langsung
menjawab, ?Maksudnya, betapapun penuhnya jadwalmu, jika kamu berusaha kamu
masih dapat menyisipkan jadwal lain kedalamnya? ?Bukan?, jawab si ahli,

?Bukan itu maksudnya?.
Sebenarnya ilustrasi ini mengajarkan kita bahwa: Kalau kamu tidak meletakkan
batu besar itu sebagai yg pertama, kamu tidak akan pernah bisa memasukkannya
ke dalam toples sama sekali.

Apakah batu-batu besar dalam hidupmu? Mungkin anak-anakmu, suami/istrimu,
orang-orang yang kamu sayangi, persahabatanmu, kesehatanmu, mimpi-mimpimu. .
Hal-hal yg kamu anggap paling berharga dalam hidupmu.

Ingatlah untuk selalu meletakkan batu-batu besar tersebut sebagai yg pertama
atau kamu tidak akan pernah punya waktu untuk memperhatikannya.

Jika kamu mendahulukan hal-hal kecil (kerikil dan pasir) dalam waktumu maka
kamu hanya memenuhi hidupmu dengan hal-hal kecil, kamu tidak akan punya
waktu berharga yg kamu butuhkan untuk melakukan hal-hal besar dan penting
(batu-batu besar) dalam hidup.

Tuesday, 11 September 2007

Starfish

A man was walking down the beach at sunset. As he walked along, he saw another man in the distance. He noticed this man kept leaning down, picking up something and throwing it out into the water, again and again.

As he approached even closer, he noticed that the man was picking up starfish that had been washed up on the beach. He was throwing them back into the water, one by one.

Puzzled, he approached the man and said, "Good Evening. I was wondering what you are doing."

"I'm throwing these starfish back into the ocean. You see, it's low tide and all these starfish have been washed up onto the shore. If, I don't throw them back into the ocean, they'll die up here from lack of oxygen."

"But, there must be thousands of starfish on this beach. You can't possible get to all of them. And, don't you realize this is probably happening on hundreds of beaches all up and down this coast. Can't you see that you can't possibly make a difference?"

The man bent down and picked up yet another starfish, and threw it back into the ocean. With a smile he replied, "Make a difference to that one !!!"

Sunday, 3 June 2007

Time

there is a nice story to share wif u pple..
enjoy it..


Seperti biasa Rudi, kepala cabang di sebuah perusahaan swasta terkemuka di Jakarta, tiba di rumahnya pada pukul 9 malam. Tidak seperti biasanya, Imron, putra pertamanya yang baru duduk di kelas dua SD yang membukakan pintu. Ia nampaknya sudah menunggu cukup lama.

“Kok, belum tidur?” sapa Rudi sambil mencium anaknya.

Biasanya, Imron memang sudah lelap ketika ia pulang dan baru terjaga ketika ia akan berangkat ke kantor pagi hari.

Sambil membuntuti sang ayah menuju ruang keluarga, Imron menjawab, “Aku nunggu Ayah pulang. Sebab aku mau tanya berapa sih gaji Ayah?”

“Lho, tumben, kok nanya gaji Ayah? Mau minta uang lagi, ya?”

“Ah, enggak. Pengen tahu aja.”

“Oke. Kamu boleh hitung sendiri. Setiap hari Ayah bekerja sekitar 10 jam dan dibayar Rp 400.000,-. Dan setiap bulan rata-rata dihitung 25 hari kerja, Jadi, gaji Ayah dalam satu bulan berapa, hayo?”

Imron berlari mengambil kertas dan pensilnya dari meja belajar, sementara ayahnya melepas sepatu dan menyalakan televisi. Ketika Rudi beranjak menuju kamar untuk berganti pakaian, Imron berlari mengikutinya.

“Kalau satu hari ayah dibayar Rp 400.000,- untuk 10 jam, berarti satu jam ayah digaji Rp 40.000,- dong,” katanya.

“Wah, pinter kamu. Sudah, sekarang cuci kaki, bobok,” perintah Rudi.

Tetapi Imron tak beranjak.
Sambil menyaksikan ayahnya berganti pakaian, Imron kembali bertanya, “Ayah, aku boleh pinjam uang Rp 5.000,- nggak?”

“Sudah, nggak usah macam-macam lagi. Buat apa minta uang malam-malam begini? Ayah capek. Dan mau mandi dulu. Tidurlah.”

“Tapi, Ayah…” Kesabaran Rudi habis.

“Ayah bilang tidur!” hardiknya mengejutkan Imron.

Anak kecil itu pun berbalik menuju kamarnya. Usai mandi, Rudi nampak menyesali hardikannya, Ia pun menengok Imron di kamar tidurnya. Anak kesayangannya itu belum tidur. Imron didapatinya sedang terisak-isak pelan sambil memegang uang Rp 15.000,- di tangannya.

Sambil berbaring dan mengelus kepala bocah kecil itu, Rudi berkata, “Maafkan Ayah, Nak. Ayah sayang sama Imron. Buat apa sih minta uang malam-malam begini? Kalau mau beli mainan, besok’ kan bisa. Jangankan Rp 5.000 ,- lebih dari itu pun ayah kasih.”

“Ayah, aku nggak minta uang. Aku pinjam. Nanti aku kembalikan kalau sudah menabung lagi dari uang jajan selama minggu ini.”

“Iya, iya, tapi buat apa?” tanya Rudi lembut.

“Aku menunggu Ayah dari jam 8. Aku mau ajak Ayah main ular tangga. Tiga puluh menit saja. Ibu sering bilang kalau waktu Ayah itu sangat berharga. Jadi, aku mau beli waktu ayah. Aku buka tabunganku, ada Rp 15.000,-. Tapi karena Ayah bilang satu jam Ayah dibayar Rp 40.000,-, maka setengah jam harus Rp 20.000,-. Duit tabunganku kurang Rp 5.000,-. Makanya aku mau pinjam dari Ayah,” kata Imron polos.

Rudi terdiam. Ia kehilangan kata-kata. Dipeluknya bocah kecil itu erat-erat.

  © Blog Design 'Felicidade' por EMPORIUM DIGITAL 2008

Back to TOP